Kamis, 28 April 2016

Akuntansi Asuransi Konvensional & Akuntansi Asuransi Syariah

I.          Pengertian Asuransi
a.    Asuransi Syari’ah
Asuransi dalam bahasa arab disebut At’ta’min yang berasal dati kata amanah  yang berarti memberikan ketenangan, perlindungan,rasa aman serta bebas dari rasa takut. Istilah menta’minkan sesuatu berarti seseorang memberikan uang cicilan agar ia atau orang yang ditunjuk menjadi ahli warisnya mendapatkan ganti rugi atas harta yang hilang.


Menurut fatwa Dewan Asuransi Syari’ah Nasional Majelis ulama Indonesia(DSN-MUI) Fatwa DSN No. 21/DSN-MUI/X/2001 tentang pedoman Umum Asuransi Syariah bagian pertama menyebutkan pengeertian asuransi syariah (Ta’min, takaful atau thadamun) adalah usaha saling melindungi dan tolong menolong diantara sejumlah oorang atau pihak melalui investasi dalam bentuk set dan atau tabarru yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad atau perikatan yang sesuai dengan syariah.
b.   Asuransi Konvensional
Asuransi konvensional adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dimana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi untuk memberikan pergantian kepada tertanggung.[1]

II.          Perbedaan Asuransi Syariah dengan Asuransi Konvensional
a.        Konsep
Prinsip dasar dalam asuransi syariah adalah saling tolong menolong (ta’awuni) dan saling menanggung (takafuli) antara sesama peserta asuransi.[2]
 Dalam asuransi konvensional, asuransi merupakan transfer of risk yaitu pemindahan risiko dari peserta/tertanggung ke perusahaan/penanggung sehingga terjadi pula transfer of fund yaitu pemindahan dana dari tertanggung kepada penanggung. sebagai konsekwensi maka kepemilikan dana pun berpindah, dana peserta menjadi milik perusahaan ausransi.
b.   Sumber Hukum
asuransi konvensional bersumber dari pemikiran manusia dan kebudayaan. Berdasarkan hukum positiif, hukum alamiah dan contoh sebelumnya. Sedangkan asuransi syariah bersumber dari wahyu ilahi.
c.     Akad
akad pada asuransi konvensional didasarkan pada akad tadabuli atau perjanjian jual beli. perjanjian yang diterapkan dalam asuransi konvensional hanya memenuhi persyaratan adanya penjual, pembeli dan barang yang diperjual-belikan. sedangkan untuk harga tidak dapat dijelaskan secara kuantitas, berapa besar premi yang harus dibayarkan oleh peserta asuransi utnuk mendapatkan sejumlah uang pertanggungan. Sedangkan pada asuransi syariah mengggunakan akad tabbaru’ dan tijaroh.
d.    Maisir, Gharar dan Riba
Dalam praktik asuransi konvensional yang sarat dengna maisir, gharar dan riba yang merupakan hal yang diharamkan dalam bermuamalah.
e.    Tabarru dan Tabungan
Untuk produk asuransi jiwa syariah yang mengandung unsur saving maka dana yang dititipkan oleh peserta (premi) selain terdiri dari unsur dana tabarruterdapat pula unsur dana tabungan yang digunakan sebagai dana investasi oleh perusahaan. sementara investasi pada asuransi kerugian syariah menggunakan dana tabarru karena tidak ada unsur saving. hasil dari investasi akan dibagikan kepada peserta sesuai dengan akad awal. jika peserta mengundurkan diri maka dana tabungan beserta hasilnya akan dikembalikan kepada peserta secara penuh.
f.     Dewan Pengawas Syariah 
Pada asuransi syariah seluruh aktivitas kegiatannya diawasi oleh dewan pengawas syariah (dps) yang merupakan bagian dari dewan syariah nasional (dsn), baik dari segi operational perusahaan, investasi maupun sdm. kedudukan dps dalam struktur oraganisasi perusahaan setara dengan dewan komisaris.
C.  Perbedaan  Sistem  Akuntansi  Asuransi Syariah dan Akuntansi Asuransi Konvensional
Konsep akuntansi Islam dan akuntansi konvensional memiliki sifat dan karakteristik yang berbeda. Sebab dasar-dasar akuntansi Islam adalah syariat Islam yang diimplementasikan dikalangan masyarakat muslim, yang prosesnya ditangani oleh para akuntan yang mengombinasikan kemampuan dan kecakapan dengan kejujuran kerja.
Berdasarkan pengertian, landasan syar’I dan prinsip-prinsip akuntansi syariah serta keterangan-keterangan diatas, dapat kita simpulkan sifat-sifat spesifik akuntansi syariah diantaranya sebagai berikut.
1.       Kaidah-kaidah dasar akuntansi Islam bersumber dari Al-Qur’an dan Sunnah nabawiyah serta fiqih para ulama. Oleh karena itu kaidah-kaidah ini memiliki keistimewaannya yaitu permanen dan objektif.
2.      Akuntansi Islam dilandasi oleh kaidah yang kuat, iman, serta pengakuan bahwa Allah itu adalah Tuhan, Islam adalah agama, Muhammad adalah Rasul, dan juga percaya pada hari akhir. Berdasarkan hal ini, wajiblah bagi setiap akuntan yang menjalankan proses akuntansi un tuk percaya bahwa harta yang dia hitung itu adalah harta Allah, dan Allah telah menyuruhnya mencatat perputaran harta itu, seperti pemasukan dan pengeluaran berdasarkan kaidah-kaidah hokum.
3.      Akuntansi Islam berlandaskan pada akhlak yang baik. Karenanya, seorang akuntansi yang melaksanakan proses akuntansi harus mampu mempunyai sifat amanah, jujur, netral, adil, dan professional, supaya setiap kliennya neraca tentang terhadap harta dan terhadap orang yang ia berinteraksi dengannya.
4.      Dalam Islam, seorang akuntan dianggap bertanggung jawab di depan masyarakat dan umat Islam tentang berapa jauh kesatuan ekonomi yang dipengaruhi oleh hokum syariat Islam, terutama yang berkaitan dengan muamalah. Keputusan-keputusan yang diambilnya yang akan diajukan kekantor-kantor resmi maupun organisasi-organisasi social, hendaklah mengandung informasi-imfomasi tentang bentuk-bentuk pelanggaran hokum dan sebab-sebabnya serta bentuk-bentuk yang kontradiktif antara syariat dan implementasi praktis.
5.      Berdasarkan keistimewaan-keistimewaan yang bersifat kaidah dan akhlak, akuntansi dalam Islam juga berkaitan dengan proses-proses keuangan yang sah. Karenanya, setiap proses yang tidak sah tidak memiliki tempat dalam Islam.
6.      Akuntansi dalam Islam sangat memperhatikan aspek-aspek tingkah laku sebagai unsur dan juga berperan dalam kesatuan ekonomi. Artinya dalam akuntansi Islam, ketika merumuskan undang-undang akuntansi dan penentuan petunjuk-petunjuk evaluasi kerja, juga perlu diperhatikan motivasi-motivasi yang manusiawi, baik material maupun moril.

Dalam system akuntansi syariah memiliki beberapa perbedaan system akuntansi dengan akuntansi konvensional. Mohamed Arif bin Abdul Rashid, CEO PT. Syarikat Takaful Indonesia, dalam Eccounting Concept In Takaful Busines menjelaskan beberapa perbedaan tersebut sebagai berikut:
1.Cash Bases
Dalam praktik akuntansi konvensional, premi asuransi diakui sebagai pendapatan, walaupun premi asuransi belum dibayarkan.
Sedangkan dalam praktik akuntansi takaful atau asuransi syariah, angsuran atau premi dan laba dari investasi benar-benar diakui sebagai pendapatan jika perusahaan telah menerimanya secara tunai. Praktik akuntansi ini memiliki arti yang penting yang berkaitan dengan system bisnis yang berperinsip pada mudharabah dimana akad mengikat antara peserta dengan perusahaan dalam kesepakatan bagi hasil.

2.Technical Reserve
Cadangan teknis merupakan bagian dari premi asuransi yang belum dihasilkan atau dikenal sebagai cadangan premi yang belum dihasilkan. Dalam system akuntansi takaful, cadangan teknik dihitung dengan menggunakan metode 1/365. Premi akan diakui sebagai pendapatan serta ditentukan menurut jumlah hari yang sebenarnya selama periode akuntansi dan masa perjanjian/kontrak Tafakul.

Beban Retakaful
Dalam praktik asuransi konvensional beban reasuransi selama masa perjanjian, diakui sebagai asuransi awal yang dikover. Praktik akutansi ini sesuai dengan standar yang diterima, yaitu perbandingan pendapatan dengan beban yang terjadi pada periode berjalan.
Dalam system akuntansi Takaful, beban retakaful selama masa perjanjian diakui sebagai utang sampai angsuran atau premi Takaful dibayar oleh peserta. Akan tetapi, beban retakaful ini akan diakui sebagai pendapatan juika seluruh premi dibayar lebih awal oleh peserta.

3.Surplus (Pada Asuransi Jiwa)
Dalam asuransi konvensional, surplus dari investasi ditrasfer ke pemegang saham sebagai pendapatan. Tetapi, di Takaful keluarga (jiwa), perusahaan tidak berhak mengakui surplus ini sebagai pendapatan.
Pada Takaful keluarga hanya laba dari dana investasi dibagikan antara peserta dan perusahaan sesuai yang diperjanjikan (misalnya 70:30 atau 60:40). Setelah dikurangi bagian keuntungan bagi perusahaan, sisa dari keuntungan ini merupakan pendapatan bagi peserta Takaful yang dikreditan kerening peserta.

4.Surplus (Pada Asuransi Kerugian)
Laba dari Takaful Umum (kerugian) dibagikan berdasarkan rasio pembagian keuntungan yang telah disepakati antara perusahaan dan peserta Takaful. Keuntungan dibayarkan jika peserta tafakul masih terikat perjanjian atau kontrak.
Keuntungan lain yang bersifat jangka panjang bahwa adanya nilai kebersamaan, tolong-menolong, dan saling menaggung jika di antara peserta terjadi klaim kerugian. Inilah sisi kemungkinan yang didapatkan dari asuransi Takaful.
Secara ringkas perbedaan antara akuntansi asuransi konvensial dengan akuntansi asuransi syariah dapat dilihat pada tabel berikut.
No
Akuntansi Asuransi Konvensial
Akuntansi Asuransi Syariah
1
Premi Asuransi diakui sebagai pendapatan meskipun premi asuransi belum dibayarkan.
Premi Asuransi benar-benar diakui sebagai pendapatan jika diterima secara tunai.
2
Beban retakul selama perjanjian diakui sebagai asuransi awal yang dikover.
Beban retakaful diakui sebagai utang sampai angsuran atau premi takaful dibayarkan. Dan beban retakaful diakui sebagai pendapatan jika dibayar lebih awal.
3
Dana asuransi yang terhimpun dikelola untuk kepentingan bisnis perusahaan dengan keuntungan yang dinikmati oleh perusahaan dan pemegang saham.
Dana asuransi tafakul yang terhimpun dikelola dengan konsep mudharabah

4
Laba atau surplus investasi ditrasfer ke pemegang saham.
Laba investasi dari dana Takaful keluarga yang terhimpun dibagikan kepada peserta takaful keluarga dan perusahaan tidak berhak mengakui surplus ini sebagai pendapatan.
5
Keuntungan yang didapatkan oleh perusahaan asuransi merupakan laba perusahaan
Ada pembagian keuntungan/berdasarkan rasio yang disepakati dalam perjanjian

Konsep Akuntansi Asuransi Syariah yang diuraikan di atas adalah konsep akuntansi yang menggunakan akad mudharabah sebagaimana yang diterapkan di Syarikat Takaful Berhad Malaysia dan juga diterapkan di PT Asuransi Takaful keluarga Indonesia.
Selain ini ada juga model akuntansi asuransi syariah yang menggunakan akad wakalah dan konsep ini diakui berdasarkan Standar Accounting and Auditing Organizing for Islamic Financial Institutions (AAOIFI).
Kedua konsep ini menurut saya, menganut kebenaran yang pertama menggunakan akad mudharabah mewakili ‘mazhab Malaysia’ (Cash Bases), sedangkan yang kedua akad wakalah mewakili ‘Mazhab Bahrian’ (Accrual Bases).

gambar : https://www.google.com/search?q=gambar+Akuntansi+Asuransi+Konvensional+%26+Akuntansi+Asuransi+Syariah&client=firefox-beta&rls=org.mozilla:en-US:official&channel=fflb&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ved=0ahUKEwiD0Y_CjLPMAhULGI4KHb5TBiwQ_AUIBygB&biw=1366&bih=631#imgrc=bhxBoU9zvEvdhM%3A 

 by: Faiz Fahmi


0 komentar: