Auditing adalah proses pengumpulan dan
penilaian bukti-bukti yang dilakukan oleh pihak yang independent dan kompeten,
untuk menentukan apakah informasi yang di sajikan sesuai dengan criteria yang
ditetapkan. Dalam bergagai bidang audit juga dilakukan pada laporan keuangan adalah audit yang dilakukan oleh auditor
eksternal terhadap laporan keuangan kliennya untuk memberikan pendapat apakah
laporan keuangan tersebut disajikan sesuai dengan kriteria-kriteria yang telah
ditetapkan. Hasil audit lalu dibagikan. Ada beberapa tahapan audit yang
dilakukan dalam pengauditan lembaga keuangan. Tahapan-tahapan ini tak lepas
dari pengecekatan bukti audit yaitu kwitansi dan bukti-bukti keuangan lainnya.
Untuk menyamakan antara laporan dengan bukti yang ada sama atau tidaknya. Dan
apakah ada kekeliruan dalam mencatatan laporan keuangan yang disusun oleh
akuntan internal suatu instansi.
Audit dalam islam mempunyai bentuk
yang sama dalam proses audit laporan keuangnaya. Sama-sama mengaudit laporan
keuangan dengan mengumpulkan butki-bukti audit yang sama. Yang membedakan audit
syariah dengan audit umum adalah diaudit syariah memperhatikan prinsip yang ada
dalam islam. Seperti jika akad yang digunakan akad ijarah maka prinsip syariah
yang melakat pada akad ijarah harus diterapkan semana mestinya. Misalnya pada akad wadiah atau dalam
istilah bank konvensional adalah deposito. Menurut Bank Indonesia dalam kamus
keuangan dan perbankan Syariah wadiah secara umum adalah penempatan sesuatu di
tempat yang bukan pemiliknya untuk dipelihara. Sementara menurut pendapat ahli
fiqih untuk Madzah Hanafi mendefinisikan wadiah adalah “mengikutsertakan orang
lain dalam memelihara harta, baik dengan ungkapan yang jelas, melalui tindakan,
maupun melalui isyarat”. Sementara konsep wadiah yang digunakan pada bank
Syariah adalah wadiah yad ad-dhamanah yang berartikan titipan dengan resiko
ganti rugi bukan tanggungan pribadi.
Dan juga pembeda
audit syariah dan audit konvensional adalah aspek syariah yang menjadi landasan
utama pelaksanaan audit syariah yang tidak diakomodir di dalam audit konvensional. Untuk itu pelaksana audit,
auditor syariah membutuhkan dua kualifikasi, yaitu keuangan ataupun perbankan
dan syariah. Bidang syariah yaang dimaksud disini adalah utamanya mengenai
fiqih muamalah. Lebih baik lagi jika menguasi ilmu akuntansi ataupun auditing
syariah karena lebih komprehensif bagi seorang auditor syariah, sebab baik
aspek syariah maupun aspek keuangan dipelajari keduanya. Sehingga auditor dapat
langsung menguasai keduanya kualifikasi tersebut. Jika
kedua kualifikasi tersebut dapat dipenuhi maka proses proses audit syariah
dapat terlaksana dengan tebat guna dan sesuai prinsip syaiah.
Sedangkan audit syariah di Indonesia baru mencakup dua hal yaitu, pemeriksaan audit pada laporan keuangan (termasuk Islamic Social Report dan CSR) dilakukan oleh auditor internal maupun eksternal dan pemeriksaan kepatuhan syariah produk LKS yang dilakukan oleh DPS. Diluar kedua aspek tersebut belum jelas apakah sudah dicakup dalam pemeriksaan DPS atau belum. Mengingat DPS belum memiliki pedoman pemeriksaan yang jelas, sehingga bisa saja DPS yang satu telahmelakukan pemeriksaan di luar aspek kepatuhan syariah produk LKS sedangkan yang lain belum.
Sedangkan audit syariah di Indonesia baru mencakup dua hal yaitu, pemeriksaan audit pada laporan keuangan (termasuk Islamic Social Report dan CSR) dilakukan oleh auditor internal maupun eksternal dan pemeriksaan kepatuhan syariah produk LKS yang dilakukan oleh DPS. Diluar kedua aspek tersebut belum jelas apakah sudah dicakup dalam pemeriksaan DPS atau belum. Mengingat DPS belum memiliki pedoman pemeriksaan yang jelas, sehingga bisa saja DPS yang satu telahmelakukan pemeriksaan di luar aspek kepatuhan syariah produk LKS sedangkan yang lain belum.
M. Zaid Al Mujiddi, mahasiswa semester VII jurusan akuntansi syariah di STEI SEBI Depok.
0 komentar: